Tapi surat al Mudatsir ternyata tdk hanya relevan dgn kondisi pandemik covid-19 di ayat 30-31 saja, melainkan semua ayat di dalam surat ini mulai ayat 1 hingga 56 harus kita renungkan..
Sebelum dilanjutkan membacanya, buat yang belum membaca paparan Syansanata Ra (Yeddi Aprian Syakh al-Athas), dipersilahkan untuk membacanya di link berikut https://berikk.home.blog/2021/03/02/bilangan-19-dan-fitnah-yang-disebabkannya/
Surat Al Mudatsir adalah surat yang diterima oleh nabi Muhammad SAW pada awal-awal tugas kerasulannya. Tapi sebelum mendapat wahyu dari Allah SWT, beliau sangat rajin melakukan puasa, memisahkan diri dari keriuhan sosial, bermeditasi, atau bertafakur dan mengosongkan hati sehingga membuka inner consciousness untuk mendapat pesan Ilahi. Hal ini menjadi kunci dilantiknya beliau menjadi manusia paripurna di usia ke 40. Rasul bukanlah sekedar gelar dari seorang penyampai wahyu tapi merupakan predikat dari pencapaian diri ke level paripurna.
يٰٓأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ”
Wahai orang yang berkemul (berselimut)!”(QS. Al-Muddassir 74: Ayat 1)
Apabila di surat Al Muzzammil yang turun sebelum surat ini diawali dengan ayat, yaa ayyuhal Muzzammil, artinya “hai orang yang berselimut”, maka di surat Al Mudatsir diawal dengan yaa ayyuhal Mudatsir, yang artinya “hai orang yang tubuhnya ditutupi kain.”Apa relevansinya dengan pandemik covid-19? Tidak jarang bukan kita melihat orang-orang menutup seluruh bagian tubuhnya yang terbuka, dengan sarung tangan, pakaian yang menutupi hingga lengan, hingga muka yang hanya menyisakan mata.Bisa jadi merupakan perumpamaan yang terkait dengan perilaku yg meisahkan diri secara sosial, social distancing, sprt enggan bersalaman, memilih shalat di rumah dibanding ke masjid, shalat berjamaah tapi shaft yang tidak rapat dll.
قُمْ فَأَنْذِرْ”
Bangunlah, lalu berilah peringatan!”(QS. Al-Muddassir 74: Ayat 2)
Kedua pemberitahuan Allah akan kejahatan dari orang2 kafir (memakai kata Kaafiriina, kata benda jamak), dimana mrk menentang ayat-ayat Allah (menentang kitab Allah dan tanda-tanda kekuasaan Allah). Mrk juga memikirkan dan merancang suatu perbuatan. Tapi Allah memperingati dan mengutuk mrk dgn kata “celakalah mrk”.. Keempat, peristiwa saqar, yaitu bencana besar sbg peringatan (atau balasan dari Allah? Krn di ayat sebelumnya ada kecaman dari Alah yaitu “celakalah mrk”) kepada orang yg berbuat kafir (dari golongan kafir dan muslim). Di ayat 31 memakai kata kafaruu, bukan faasakuu (orang-orang yg membuat kerusakan). Seolah Allah ingin menegaskan bhw bencana ini dibuat atau didesain oleh orang yg benar-benar kafir. Bagian keenam, keadaan manusia di akhirat. Ketujuh, ayat terakhir patut menjadi renungan aga ayat-ayat sebelumnya menjadi bahan pelajaran.:”Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Qur’an) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.”
Neraka saqar adalah neraka yang diperuntukkan bagi orang-orang munafik yang mendustakan (tidak mentaati) perintah Allah dan Rasulullah SAW. Salah satunya akibat meninggalkan shalat”Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar ?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.”(QS. Al-Mudatsir: 42-44)
Dengan kata lain diperuntukkan buat orang yang tidak memelihara kesalehan transendental, serta kesalehan sosial.
Bila kita mencoba mengambil hikmah dari apa yg terkandung di surat Al Mudatsir berdasarkan asbabun nuzulnya, maka aspek sejarahlah yg diambil. Sambil kita mendapatkan informasi bahwa ada ancaman neraka Saqar kepada segolongan tertentu.Tapi bila berangkat dari suatu titik fokus, yaitu angka 19, dimana angka itu disebut di ayat Al Mudatsir 31 sebagai sebuah parable (matsala) sehingga manusia akan mendapat pelajaran, maka kita bisa refleksikan surat Al Mudatsir ini kedalam kondisi yang sedang kita hadapi sekarang ini yaitu pandemi Covit-19. Sehingga setiap ayat yang ada di surat ini menjadi petunjuk bagi umat Islam dalam menyikapi pandemi.
Sedangkan Saqar sendiri menurut definisi Qur’an adalah sebuah bencana besar sebagai peringatan bagi manusia dari Allah SWT. Ini bukan bencana alam biasa yang terjadi di luar kontrol manusia. Seperti halnya bencana ekologis seperti banjir besar, longsor, puting beliung dll yg pada dasarnya akibat kesalahan manusia dalam menata dan merawat alam. Atau juga bencana ini terjadi karena dibuat secara sengaja dan mengkodisikan sebuah masalah sehingga mengakibatkan masyarakat menderita kerugian dan kesengsaraan. Bencana ini bukanlah Allah yang membuat, tapi karena ulah manusia juga. “Pandemi” Covid-19, adalah sebuah bencana juga. Dimana virus Corona bisa karena kesalahan/kecelakaan lab, atau pun akibat rekayasa lab.
Angka 19 memiliki tempat khusus di dalam Qur’an. Cobaan besar yg terjadi akibat bencana angka 19 ini bisa dikaitkan dengan kalimat basmalah. Karena kalimat basmalah pun terdiri dari 19 huruf, yaitu
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ(6 huruf) + (6 huruf) + (4 huruf) + (3 huruf) = 19 huruf.
Kalimat basmalah tsb menunjukkan kepada manusia bahwa Allah SWT sangat welas asih kepada makhluk ciptaanNya. Sesuatu yang buruk bila menimpa manusia bukan karena Allah benci kepada mereka, tetapi sesuatu tersebut terjadi karena ulah manusia sendiri, dimana bencana tsb atas perkenanNya. Jika kita melakukan kontemplasi mendalam terhadap surat ini dikaitkan dengan kondisi dunia saat ini buat saya sangat relevan. Bukan hanya pada ayat ke 30-31 saja, tapi mulai dari ayat ke 1 hingga 56. Allah SWT secara khusus menyebutkan jumlah 19 di ayat ke 30, dimana bilangan 19 tersebut Allah SWT katakan sebagai finah untuk orang-orang yang berbuat ingkar (kafaruu), tapi bagi orang beriman kata fitnah tsb menjadi hikmah karena akan mempertebal keimanannya dengan adanya parable angka 19 tsb. Kata kerja kafarru tidak hanya terkena kepada orang kafir saja, melainkan kepada muslim yang berbuat ingkar.
Orang beriman, yang di dalam setiap kondisi menjaga keimanannya dengan kuat, seharusnya tidak termasuk ke dalam orang yang mengalami cobaan besar ini. Karena cobaan ini hanya terkena kepada orang yang berbuat kufur, baik dari semua umat manusia (muslim dan kafir), yg melakukan perbuatan menyimpang dari ketentuan Allah. Kalaupun ikut terdampak, maka hanya masalah kecil saja Amun dibalik itu justru keimanannya bertambah kuat. Sehingga bisa saja terjadi seorang muslim bahkan ustadz sekalipun bisa terkena bencana ini bila pada suatu kondisi dia melakukan suatu perbuatan yg melanggar ketentuanNya agar mrk mengambil hikmah atas kejadian yg menimpanya dengan memperbaiki kualitas ketakwaannya
“Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Qur’an) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.”(QS. Al-Muddassir 74: Ayat 56)
Allahu’alam)